Lebih Baik Nulis Ngawur Daripada Bicara Sendiri..eko sarakiah

Januari 04, 2008

TELAGA KEHIDUPAN

Lily Putih
Aku tengah berada di sebuah telaga yang menjanjikan kedamaian. Dengan Bahtera yang ku tumpangi tak bosannya aku mengayuh dayung. Mengeksplorasi setiap sudut telaga. Beberapa ikan berlompatan, berenang dan berkejaran. Rumput-rumput yang menjulur ke air, bagaikan jemari penari yang meliuk-liuk. Setiap berada di telaga ini, aku selalu merasa nyaman. Mungkin keteduhan dari rimbunnya pepohononan di tepi telaga memberi efek dingin. Dan air telaga itu sendiri yang berwarna campuran hijau dan biru pun memberi kesan adem. Kicau burung di kejauhan dan sinar mentari yang menerangi sekeliling telaga, memberikan kehangatan yang terasa sampai ke dalam jiwa. Setelah lelah seharian beraktivitas, menumpangi bahtera dan berkeliling telaga, selalu mampu mengembalikan ketenangan jiwa dan energi yang sudah tertumpah. Di sekeliling telaga ini, aku bisa menikmati penuh suasana ditengah orang-orang ku cintai dan mencintaiku. Oh…yah, aku lupa bercerita, aku dan keluargaku sudah cukup lama tinggal di telaga ini. Telaga ini bukan telaga alam tapi telaga buatan. Aku dan suami selalu bercita-cita memberikan lingkungan kehidupan yang sehat dan menyenangkan bagi keluarga yang akan kami bangun. Ketika komitmen kami terucap untuk mengisi kehidupan di hari mendatang bersama-sama, maka kami sepakat membangun telaga ini sebagai tempat tinggal kami. Di telaga ini, kami lengkapi taman bermain yang setiap saat, aku, suami dan anakku bisa berinteraksi. Bersenda gurau sekaligus mengeksplorasi fisik dan jiwa anakku. Di saat-saat senggang aku membiasakan bernyanyi bersama-sama. Aku tahu suaraku tak semerdu Mariah Carey atau Ruth Sahanaya . Yang aku tahu, suaraku mampu memberikan ketenangan bagi jiwa anakku. Di bawah rindangnya pohon, beralas tikar pandan kami bernyanyi bersahut-sahutan. Ku biarkan anakku bergumam sendiri karena itu dapat mengembangkan daya cipta dan kreasi mereka. Aku dan suami hanya sesekali membetulkan kata atau arti yang pas agar enak di dengar. Suara bening kami menyatu dengan kicau burung yang seakan ingin turut melengkapi kebahagiaan kami. Setiap hari di sekeliling telaga ini dipenuhi suara-suara kami. Ada tawa, tangis, teriakan marah, jeritan kesal atau tangis bahagia. Ada kalanya perang mulut, saling mengolok-olok dan biasanya diakhiri dengan berpelukan, bergulingan di rerumputan. Kaki-kaki kecil anakku tak hentinya berjalan atau berlari, mengitari telaga ini. Tak sekali atau dua kali mereka pulang dengan kaki atau tangan yang luka. Baik karena jatuh atau kena duri. Aku dan suami secara bergantian membersihkan dan mengobati lukanya. Aku tahu, satu pelajaran kehidupan sudah anakku dapati hari ini. Semoga besok lusa anakku lebih berhati-hati. Bukankah guru yang paling baik adalah pengalaman? Bila aku dan suami merasa lelah dan tertekan karena bekerja seharian, telaga ini menjadi curahan jiwa. Aku bisa berteriak sekeras-kerasnya, paling tidak cara ini, bagiku dapat sedikit melegakan himpitan sesak di dada. Suamiku bisa berlari sepuluh atau dua puluh kali mengeliling telaga ini untuk menuntaskan emosinya. Dengan begitu ketika kami berkumpul dengan anak, kami tidak membawa kekesalan dari luar. Kami sangat menyadari tidak semua keinginan kami bisa terwujud tapi mensyukuri apa yang sudah kami peroleh dalam hidup ini, membantu kami menghargai apa yang sudah kami miliki. Salah satunya telaga ini, kami membiarkan bahkan memberikan izin bagi orang-orang yang ingin menikmati telaga ini bahkan kami sangat menyarankan mereka membangun telaga serupa. Kami sudah membuktikan telaga yang kami bangun selalu memanggil kami pulang. Telaga yang menjanjikan air kehidupan yang memberikan ketenangan jiwa bisa dimiliki siapa saja, karena sesungguhnya telaga itu adalah Telaga Kehidupan. Setiap orang bisa memiliki telaga kehidupan yang sesungguhnya yaitu keluarga. Keluarga menanti dan selalu menanti kita pulang. Kemanapun kita pergi Telaga Kehidupan kita tetap milik kita. Penghuni telaga adalah kita sendiri, melestarikan telaga kehidupan bisa kita lakukan dengan senantiasa menghidupkan kesadaran akan perlunya aturan main. Kedisiplinan dapat membantu kita menjaga, Telaga Kehidupan kita. Dengan menghargai, merawat dengan cinta dan kasih sayang, lingkungan kehidupan disekitar telaga akan tumbuh dan berkembang menjadi satu lingkungan yang sehat dan menyenangkan. Aku percaya dari lingkungan yang sehat dan nyaman, cikal bakal masyarakat yang beradab dan santun dapat dilahirkan. Aku bertekad untuk terus melestarikan Telaga Kehidupanku. Akan kubiarkan anak-anakku belajar tentang kehidupan dari alam karena alam sesungguhnya adalah sumber ilmu yang tak pernah habis. Menghargai alam sama dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Dan satu hal yang ku sadari bersikap bijaksana tidak dapat diajarkan tapi bersikap bijaksana hanya dapat dipelajari. Karenanya aku tak dapat mengajarkan anak-anakku untuk bersikap bijaksana, tapi aku yakin mereka mampu belajar bersikap bijaksana. Semoga Telaga Kehidupan yang aku dan suamiku bangun untuk keluarga kami bisa menjadi sumber pembelajaran bagi anak-anakku mengenai kehidupan itu sendiri.